Selasa, 18 Januari 2011

Kisah dibalik HONO COROKO (Huruf Jawa)

Cerita ini mengingatkan saya pada arti pentingnya komunikasi, dan semakin menambah rentetan doa saya pada orang-orang yang telah menemukan telepon, menghabiskan berjam-jam di LAB komputer sehingga terciptalah Internet sekarang ini, juga tak kalah penting rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya buat mereka yang sampai dengan sekarang ini terus berkutat di riset tentang komunikasi, terlepas dari motif bisnis yang ada..

JUDUL diatas adalah sekumpulan cara penyebutan dari huruf jawa, terdiri dari 4 kelompok yang kalau dituliskan terdiri dari 4 baris :
Baris pertama adalah : HONO COROKO , artinya HONO = ADA, COROKOO=UTUSAN
Baris kedua adalah :  DOTO SOWOLO , artinya DOTO = SALING, SOWOLO=BERANTEM
Baris ketiga adalah : PODO JOYONYO : PODO=SAMA : JOYONYO=SAKTINYA

Baris keempat / terakhir adalah MOGO BOTHONGO : MOGO=SEMOGA;, BOTONGO : MENJADI BATHANG(dalam bahawa jawa artinya mayat)

Alkisah jaman dahulu kala disuatu desa terpencil ada seorang pemuda bernama ajisaka, siajisaka ini mempunyai 2 orang pembantu (Abdi) namanya DORO dan SEMBODO, suatu hari Ajisaka berniat untuk mengembara ke pusat kerajaan dengan maksud untuk memperbaiki hidup, layaknya saya dari Gunung kidul mengembara ke Jakarta untuk memperbaiki Nasib, singkat cerita SEMBODO di ajak dan DORO ditinggal dengan pesan untuk menjaga senjata yang ditinggalkan berupa sebuah keris, tidak boleh diberikan kepada siapapun yang memintanya, sebagai abdi yang setia DORO bertekad menjaga amanah ndoronya untuk menjaga keris itu dengan taruhan nyawanya

Singkat kata singkat cerita lagi, Ajisaka sukses menjadi raja di ibukota, kemudian mengutus SEMBODO untuk kembali kekampung halamanya mengambil keris yang dititipkanya pada DORO,  namun ternyata karena ketaatanya dan maksud mengemban amanah yang diberikan kepadanya DORO tidak mau  memberikan keris yang dititipkan aji saka kepadanya, karena masing-masing merasa mengemban tugas dari majikanya dan karena loyalitas yang tinggi maka tidak ada satupun dari 2 abdi Ajisaka ini yang mau mengalah, terjadilah peperrangan, namun karena PODO JOYONYO (sama-sama kuat) adu ilmu dan ketebalan kulit, dua-duanya akhirnya MOGO BOTHONGO (Menjadi mayat atau mati), disinilah pentingnya membangun komunikasi kepada semua pihak, coba saja kalau pada zaman itu sudah ada handphone, tentu si DORO di telpon saja, eh DORO bawa kerisku kesini, atau itu si SEMBODO mau datang ambil keris, tentu tidak seperti itu kejadianya




Tidak ada komentar:

Posting Komentar